Sunday, October 13, 2024
HomeAkhlak dan NasihatKisah Taubatnya Seorang Pembunuh 100 Orang

Kisah Taubatnya Seorang Pembunuh 100 Orang

Siapa pun tak boleh berhenti berharap kasih sayang Allah dan berputus asa dari rahmat-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala menegaskan dalam surah az-Zumar ayat 53,

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Katakanlah, “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Az-Zumar: 53)

Seburuk apapun masa lalu seseorang, sebesar apapun dosa yang telah ia lakukan, selama ia bersungguh-sungguh untuk bertaubat maka Allah akan berkenan menerima taubatnya.

Mari kita simak sebuah kisah tentang taubat seorang pembunuh 100 orang yang diceritakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam salah satu hadisnya.

Pada zaman dahulu, ada seorang lelaki yang telah membunuh 99 orang. Lelaki ini kemudian menyesali perbuatannya dan bermaksud untuk bertaubat. Lalu ia minta ditunjukkan pada sosok orang paling alim yang bisa dijadikan tempat bertanya perihal keinginannya untuk bertaubat dan ia pun diarahkan kepada seorang Rahib.

Lelaki ini kemudian menyebutkan dosanya kepada sang Rahib bahwa ia telah membunuh sebanyak 99 orang dan mengajukan pertanyaan,

“Apakah dengan dosaku ini masih ada peluang bagiku untuk bertaubat?”

Namun, sang Rahib melihat ini sebagai dosa yang tak termaafkan dan mengatakan,

“Tidak ada taubat bagimu.”

Mendengar jawaban tersebut, lelaki perenggut 99 nyawa ini menjadi marah lalu membunuh sang Rahib. Maka genaplah ia sudah membunuh 100 orang.

Lelaki yang kini sudah genap membunuh 100 jiwa ini kemudian melanjutkan pengembaraannya untuk mencari sosok orang paling alim. Ia lalu ditunjukkan kepada seorang alim dan mengajukan pertanyaan serupa,

“Aku telah membunuh 100 orang. Apakah dengan dosaku ini taubatku masih bisa diterima?”

“Iya, tentu saja. Siapakah yang bisa menghalangi antara dirimu dengan taubat? pintu taubat selalu terbuka.” Jawab sang alim dengan bijak.

Sang alim kemudian menunjukkan lelaki ini pada suatu negeri yang penduduknya taat menyembah Allah dan memintanya untuk hijrah ke sana serta menjalankan ketaatan bersama para penduduk negeri tersebut. Karena tampaknya negeri tempat asal lelaki ini adalah negeri kufur yang penuh kemaksiatan.

Lelaki ini pun melaksanakan nasehat dari sang alim. Ia segera berangkat menuju negeri tersebut dengan hati yang mantap dan niat yang tulus untuk bertaubat. Namun di tengah perjalanan ajal menjemputnya.

Keadaan lelaki ini kemudian memicu perdebatan di antara malaikat rahmat dan malaikat adzab tentang siapa yang seharusnya mencabut nyawanya. Karena ruh orang kafir akan dicabut oleh malaikat adzab, sementara ruh orang mukmin akan dicabut oleh malaikat rahmat.

Baca juga:  Jangan Pernah Bosan Beristighfar

“Lelaki ini belum berbuat kebaikan sedikitpun.” kata malaikat adzab.

Sementara malaikat rahmat berkata, “Lelaki ini sudah bertaubat, ia datang dengan penuh penyesalan sebagai seorang yang bertaubat.”

Melihat perdebatan ini, Allah kemudian mengutus malaikat dalam rupa manusia untuk menjadi penengah. Lalu Malaikat ini menawarkan solusi untuk mengukur jarak terdekat antara lelaki tersebut dengan negeri yang dituju dan negeri yang ditinggalkan. Jika lelaki tersebut jaraknya lebih dekat ke negeri kufur yang ia tinggalkan, maka malaikat adzab yang berhak mencabut nyawanya. Namun jika jaraknya lebih dekat ke negeri iman yang akan ia tuju, maka malaikat rahmat yang berhak mencabut nyawanya.

Lalu diukurlah jarak antara keduanya. Dan hasilnya, ternyata lelaki tersebut lebih dekat jaraknya ke negeri iman yang akan ia tuju. Maka malaikat rahmat yang akhirnya mencabut nyawa lelaki pembunuh 100 jiwa ini.

Kisah ini disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu,

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَانَ فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ رَجُلٌ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا فَسَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الْأَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَاهِبٍ فَأَتَاهُ فَقَالَ إِنَّهُ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ فَقَالَ لَا فَقَتَلَهُ فَكَمَّلَ بِهِ مِائَةً ثُمَّ سَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الْأَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَجُلٍ عَالِمٍ فَقَالَ إِنَّهُ قَتَلَ مِائَةَ نَفْسٍ فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ فَقَالَ نَعَمْ وَمَنْ يَحُولُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ التَّوْبَةِ انْطَلِقْ إِلَى أَرْضِ كَذَا وَكَذَا فَإِنَّ بِهَا أُنَاسًا يَعْبُدُونَ اللَّهَ فَاعْبُدْ اللَّهَ مَعَهُمْ وَلَا تَرْجِعْ إِلَى أَرْضِكَ فَإِنَّهَا أَرْضُ سَوْءٍ فَانْطَلَقَ حَتَّى إِذَا نَصَفَ الطَّرِيقَ أَتَاهُ الْمَوْتُ فَاخْتَصَمَتْ فِيهِ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ وَمَلَائِكَةُ الْعَذَابِ فَقَالَتْ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ جَاءَ تَائِبًا مُقْبِلًا بِقَلْبِهِ إِلَى اللَّهِ وَقَالَتْ مَلَائِكَةُ الْعَذَابِ إِنَّهُ لَمْ يَعْمَلْ خَيْرًا قَطُّ فَأَتَاهُمْ مَلَكٌ فِي صُورَةِ آدَمِيٍّ فَجَعَلُوهُ بَيْنَهُمْ فَقَالَ قِيسُوا مَا بَيْنَ الْأَرْضَيْنِ فَإِلَى أَيَّتِهِمَا كَانَ أَدْنَى فَهُوَ لَهُ فَقَاسُوهُ فَوَجَدُوهُ أَدْنَى إِلَى الْأَرْضِ الَّتِي أَرَادَ فَقَبَضَتْهُ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ قَالَ قَتَادَةُ فَقَالَ الْحَسَنُ ذُكِرَ لَنَا أَنَّهُ لَمَّا أَتَاهُ الْمَوْتُ نَأَى بِصَدْرِهِ

Pada jaman dahulu ada seorang laki-laki yang telah membunuh 99  orang. Kemudian orang tersebut mencari orang alim yang banyak ilmunya. Lalu ditunjukan kepada seorang rahib dan ia pun langsung mendatanginya. Kepada rahib tersebut ia berterus terang bahwasanya ia telah membunuh 99  orang dan apakah taubatnya itu akan diterima? Ternyata rahib itu malahan menjawab; ‘Tidak. Taubatmu tidak akan diterima.’ Akhirnya laki-laki itu langsung membunuh sang rahib hingga genaplah kini 100 orang yang telah dibunuhnya. Kemudian laki-laki itu mencari orang lain lagi yang paling banyak ilmunya.

Lalu ditunjukan kepadanya seorang alim yang mempunyai ilmu yang banyak. Kepada orang alim tersebut, laki-laki itu berkata; ‘Saya telah membunuh 100 orang dan apakah taubat saya akan diterima? ‘ Orang alim itu menjawab; ‘Ya. Tidak ada penghalang antara taubatmu dan dirimu. Pergilah ke daerah ini dan itu, karena di sana banyak orang yang beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Setelah itu, beribadahlah kamu kepada Allah bersama mereka dan janganlah kamu kembali ke daerahmu, karena daerahmu itu termasuk lingkungan yang buruk.’ Maka berangkatlah laki-laki itu ke daerah yang telah ditunjukan tersebut.

Di tengah perjalanan menuju ke sana laki-laki itu meninggal dunia. Lalu malaikat Rahmat dan Azab saling berbantahan. Malaikat Rahmat berkata; ‘Orang laki-laki ini telah berniat pergi ke suatu wilayah untuk bertaubat dan beribadah kepada Allah dengan sepenuh hati.’ Malaikat Azab membantah; ‘Tetapi, bukankah ia belum berbuat baik sama sekali.’ Akhirnya datanglah seorang malaikat yang berwujud manusia menemui kedua malaikat yang sedang berbantahan itu. Maka keduanya meminta keputusan kepada malaikat yang berwujud manusia dengan cara yang terbaik. Orang tersebut berkata; ‘Ukurlah jarak yang terdekat dengan orang yang meninggal dunia ini dari tempat berangkatnya hingga ke tempat tujuannya. Mana yang terdekat, maka itulah keputusannya.’ Ternyata dari hasil pengukuran mereka itu terbukti bahwa orang laki-laki tersebut meninggal dunia lebih dekat ke tempat tujuannya. Dengan demikian orang tersebut berada dalam genggaman malaikat Rahmat.’ Qatadah berkata; ‘Al Hasan berkata; ‘Seseorang telah berkata pada kami bahwasanya laki-laki itu meninggal dunia dalam kondisi jatuh terlungkup.’ (HR. Muslim no. 2766)

Beberapa faedah dari hadis

  1. Keutamaan orang berilmu atas ahli ibadah
Baca juga:  Menyambut Ramadhan dengan Bersiap dan Berbenah Diri

Kisah di atas memberi pelajaran bagaimana kerusakan yang ditimbulkan oleh sang Rahib, seorang ahli ibadah namun tidak didukung dengan ilmu. Lihatlah bagaimana ia telah membuat seseorang berputus asa dari rahmat Allah dan pada akhirnya kerugian menimpa dirinya sendiri. Sementara sang alim, dengan bijak ia merespon niat baik lelaki pembunuh 100 jiwa tersebut yang ingin bertaubat dan tidak membuatnya berputus asa dari rahmat Allah. Karena sang alim tahu betul bahwa pintu taubat senantiasa terbuka bagi siapa saja yang ingin bertaubat.

Maka benarlah apa yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang keutamaan orang berilmu atas ahli ibadah. Dari Abu Darda’ radliallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ

“Kelebihan serang alim dibanding ahli ibadah seperti keutamaan rembulan pada malam purnama atas seluruh bintang.” (HR. Abu Dawud no. 3641)

  1. Orang yang bertaubat hendaknya berhijrah dari lingkungan yang buruk

An Nawawi mengatakan, ”Hadis ini menunjukkan bahwa orang yang ingin bertaubat dianjurkan untuk berpindah dari tempat ia melakukan maksiat.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 17/83)

  1. Memperkuat taubat, yaitu berteman dengan orang-orang shalih.

Orang yang bertaubat hendaknya memutus hubungan dari pergaulan yang buruk dan menggantinya dengan pergaulan yang baik serta berteman dengan orang-orang shalih. Semua itu untuk menjaga dan memperkuat taubatnya.

Dari Abu Burdah bin Abu Musa dari bapaknya radliallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ وَكِيرِ الْحَدَّادِ لَا يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً

Baca juga:  Jangan Biarkan Puasamu Sia-sia

“Perumpamaan orang yang bergaul dengan orang shalih dan orang yang bergaul dengan orang buruk seperti penjual minyak wangi dan tukang tempa besi, Pasti kau dapatkan dari pedagang minyak wangi apakah kamu membeli minyak wanginya atau sekedar mendapatkan bau wewangiannya, sedangkan dari tukang tempa besi akan membakar badanmu atau kainmu atau kamu akan mendapatkan bau yang tidak sedap”. (HR. Bukhari no. 2101)

  1. Luasnya ampunan Allah

Sebesar apapun dosa yang dilakukan seseorang, sesungguhnya ampunan Allah jauh lebih besar. Allah akan menerima taubat hamba-Nya yang benar-benar tulus dan memiliki tekad kuat untuk bertaubat, sekalipun ia belum melakukan kebaikan sedikitpun.

Dari Anas bin Malik radliallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam sebuah hadis qudsi,

قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلَا أُبَالِي يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ وَلَا أُبَالِي يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِي لَا تُشْرِكُ بِي شَيْئًا لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

“Allah tabaraka wa ta’ala berfirman: “Wahai anak Adam, tidaklah engkau berdoa kepadaKu dan berharap kepadaKu melainkan Aku ampuni dosa yang ada padamu dan Aku tidak perduli, wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu telah mencapai setinggi langit kemudian engkau meminta ampun kepadaKu niscaya aku akan mengampunimu, dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, seandainya engkau datang kepadaKu dengan membawa kesalahan kepenuh bumi kemudian engkau menemuiKu dengan tidak mensekutukan sesuatu denganKu niscaya aku akan datang kepadamu dengan ampunan sepenuh bumi.” (HR. Tirmidzi no. 3540)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular