Di antara tabiat buruk manusia adalah tidak pernah merasa puas dengan perkara dunia, ia selalu mengharap lebih dan lebih lagi dari apa yang sudah dimiliki. Sudah punya, masih mau punya lagi. Sudah kaya, mau lebih kaya lagi. Sudah cukup, mau lebih dari cukup. Sudah menduduki jabatan, masih ingin posisi yang lainnya. Itulah serakah, tamak alias rakus.
Bentuk keserakahan manusia terhadap dunia ini digambarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah hadis dari Anas bin Malik radliallahu ‘anhu,
لَوْ أَنَّ لِابْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَادِيَانِ وَلَنْ يَمْلَأَ فَاهُ إِلَّا التُّرَابُ وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ
“Seandainya manusia memiliki satu bukit emas, niscaya ia akan mengharapkan dua bukit emas lagi, dan tidaklah perutnya dipenuhi melainkan dengan tanah, dan Allah akan menerima taubat siapa yang bertaubat.” (HR. Bukhari no. 6439)
Hadis tersebut menggambarkan betapa tamak atau rakusnya manusia terhadap dunia. Satu bukit emas bukanlah ukuran kekayaan yang kecil, namun itupun belum cukup memuaskan ambisi manusia terhadap dunia.
Inilah sifat tercela dan berbahaya yang perlu dihindari oleh orang beriman. Sifat tamak akan mendorong seseorang mengisi seluruh waktunya hanya untuk mencari harta tanpa pernah merasa cukup, tanpa memperhatikan halal haram, bahkan seringkali membuatnya mengabaikan ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, Tuhan yang memberinya rezeki. Hanya maut yang akan menghentikan ketamakan manusia seperti ini.
Imam Nawawi menjelaskan, “Dalam hadis ini ada celaan terhadap sifat tamak kepada dunia, suka menumpuk-numpuk dunia, dan cinta yang berlebihan terhadap dunia. Sedangkan maksud dari ungkapan ‘tidaklah perutnya dipenuhi melainkan dengan tanah’, bahwa manusia akan terus menerus tamak terhadap dunia sampai datangnya kematian dan perutnya dipenuhi dengan tanah dari liang lahatnya.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/139)
Orang yang benar-benar beriman tidak akan tamak terhadap dunia, ia akan senantiasa qana’ah dan selalu merasa cukup dengan segala pembagian yang Allah berikan dalam perkara dunia. Orang beriman hanya akan tamak dalam beramal shalih, yaitu terus menerus berusaha memperbanyak amalan-amalan shalih yang akan menjadi bekal baginya saat menghadap Sang Pencipta. Karena ia tahu bahwa dunia ini hanyalah persinggahan, bukan tempat menetap yang sesungguhnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, memberikan contoh yang sangat baik dalam masalah ini. Beliau adalah manusia paling qana’ah, paling zuhud dalam perkara dunia, dan paling cinta terhadap akhirat. Maka ketika kaum kafir quraisy membujuk Rasulullah dengan harta dan kekuasaan untuk menghentikan laju dakwahnya, beliau dengan tegas menolaknya. Karena beliau tahu bahwa semua kenikmatan yang ditawarkan oleh dunia ini tidaklah kekal dan akan sirna.
Dalam salah satu hadis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memuji orang yang memiliki sifat qana’ah dan zuhud.
طُوبَى لِمَنْ هُدِيَ إِلَى الْإِسْلَامِ وَكَانَ عَيْشُهُ كَفَافًا وَقَنَعَ
“Beruntunglah orang yang telah diberikan petunjuk kepada Islam, kehidupannya tercukupi, dan ia memiliki sikap qana’ah.” (HR. Tirmidzi no. 2349)
Sikap qana’ah inilah yang perlu ditanamkan dalam diri seorang mukmin. Sikap qana’ah mampu menjadi rem untuk menghentikan laju tamak terhadap dunia yang menjadi kecenderungan buruk setiap manusia.
Barangsiapa yang senantiasa qana’ah, maka ia akan meraih kebahagiaan hidup. Sebaliknya, orang yang tidak qana’ah, maka ia tidak akan pernah merasa cukup dengan harta yang dimilikinya meskipun banyak, tidak merasa puas dengan jabatan yang diduduki meski bergaji tinggi, tidak juga merasa cukup dengan berbagai kendaraan mewah yang sudah ada, dan berbagai perkara dunia lainnya. Karena ia selalu ingin lebih unggul dari orang lain dalam segala hal. Tentu saja sifat tamak seperti ini tidak akan membawa kebahagiaan dalam hidup.
Syeikh Ibnu Qayyim al-Jauziyah memberikan sebuah nasehat,
من قنع طاب عيشه، ومن طمع طال طيشه
“Barangsiapa merasa cukup, maka indah hidupnya. Barangsiapa merasa tamak, panjang gundahnya.” (Siyar A’lamin Nubala’, 21/372)
Oleh karena itu, seorang muslim hendaknya menghiasi dirinya dengan sifat qana’ah, ridha dengan pembagian Allah dan selalu bersyukur atas segala nikmat-Nya, serta membersihkan dirinya dari sifat tamak terhadap dunia.