Cara Allah menilai kebaikan dan keburukan sangat berbeda dengan kita sebagai manusia. Terhadap kebaikan, manusia seringkali kurang menunjukkan penghargaan yang semestinya. Sementara terhadap keburukan, manusia seringkali terlalu berlebihan menghakimi.
Tapi tidak demikian dengan Allah subhanahu wa ta’ala yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Penghargaan Allah terhadap hamba-Nya yang berusaha melakukan kebaikan begitu besar dan kasih sayang-Nya kepada hamba yang melakukan keburukan sangatlah luas.
Dalam sebuah hadis qudsi, dari Ibnu Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, diriwayatkan dari Allah subhanahu wa ta’ala,
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً
“Allah menulis kebaikan dan kejahatan, ” selanjutnya beliau jelaskan; “siapa yang berniat kebaikan lantas tidak jadi ia amalkan, Allah mencatat satu kebaikan disisi-Nya secara sempurna, dan jika ia berniat lantas ia amalkan, Allah mencatatnya sepuluh kebaikan, bahkan hingga dilipatgandakan tujuh ratus kali, bahkan lipatganda yang tidak terbatas, sebaliknya barangsiapa yang berniat melakukan kejahatan kemudian tidak jadi ia amalkan, Allah menulis satu kebaikan disisi-Nya secara sempurna, dan jika ia berniat kejahatan dan jadi ia lakukan, Allah menulisnya sebagai satu kejahatan saja.” (HR. Bukhari no. 6491)
Bagaimana Allah membalas niat baik?
Lihatlah betapa sempurna kasih sayang dan kelemahlembutan Allah subhanahu wa ta’ala terhadap hamba-Nya. Ketika seseorang mempunyai tekad kuat untuk beramal baik namun tidak jadi melakukannya karena suatu sebab, maka itu sudah bernilai pahala dan dicatat sebagai satu kebaikan di sisi Allah.
Sebagai contoh kasus dalam masalah ini, ketika ada seseorang bertekad ingin berwudhu untuk membaca Al-Qur’an namun kemudian ia tidak jadi melakukannya, maka dicatat baginya satu kebaikan yang sempurna.
Contoh lainnya, ketika ada seseorang yang memiliki tekad ingin bersedekah dan sudah menentukan harta yang ingin ia sedekahkan, kemudian ia tidak jadi mengeluarkan sedekah tersebut, maka dicatat baginya satu kebaikan yang sempurna.
Dan masih banyak lagi contoh kasus lainnya dalam masalah ini.
Ibnu Rajab berkata, “Yang dimaksud ‘hamm’ (bertekad) dalam hadis tersebut adalah bertekad kuat, yaitu bersemangat ingin mengerjakan amalan tersebut. Jadi niatan tersebut bukan sekedar berupa angan-angan yang menjadi pudar tanpa adanya tekad dan semangat.” (Jaami’ul Ulum wal Hikam, 2: 319)
Sementara jika tekad baiknya itu ia kerjakan, maka Allah memberikan apresiasi yang begitu besar dengan mencatat baginya 10 kebaikan hingga 700 kali lipatnya sampai berkali-kali lipat yang tak terhingga.
Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjelaskan, “Perbedaan pahala pada suatu amal kebaikan disesuaikan dengan kadar keikhlasan dan kesesuaiannya dengan petunjuk Nabi. Semakin ikhlas seseorang dalam beramal, semakin besar pula pahala yang ia peroleh. Semakin sesuai suatu amal ibadah dengan petunjuk Nabi, maka semakin sempurna ibadahnya dan semakin besar pula pahala yang ia dapatkan.” (Syarh Riyadhus Shalihin hal. 76)
Bagaimana Allah membalas niat buruk?
Dalam menilai perbuatan buruk, Allah juga menunjukkan kasih sayang-Nya yang begitu luas. Ketika seseorang memiliki tekad untuk melakukan keburukan namun tidak jadi melakukannya, Allah justru menghargai kesediaannya meninggalkan keburukan tersebut dengan mencatat baginya satu kebaikan.
Sebagai contoh dalam masalah ini, ketika ada seseorang bertekad ingin mencuri namun tidak jadi ia lakukan karena muncul kesadaran akan pengawasan Allah dan takut kepada Allah, maka dicatat baginya satu kebaikan yang sempurna. Yang demikian itu karena ia tidak jadi melakukan maksiat semata-mata karena Allah.
Maka yang dimaksud meninggalkan atau tidak jadi melakukan di sini adalah karena mengingat Allah, bukan karena faktor lain yang membuatnya gagal melanjutkan niat buruknya.
Dan jika tekad buruknya itu ia kerjakan, maka Allah hanya mencatatnya sebagai satu keburukan saja, tidak dilipatgandakan sebagaimana kebaikan yang dikerjakan.
Sungguh besar kasih sayang Allah, bahkan kepada orang yang berbuat maksiat kepada-Nya. Maka coba bayangkan seandainya Allah memberikan balasan untuk perbuatan buruk sama seperti balasan untuk perbuatan baik, yakni dengan melipatgandakan balasannya, tentu dosa-dosa yang kita lakukan sudah bertumpuk-tumpuk sampai menggunung tinggi.
Oleh karena itu, mari jadikan ini sebagai motivasi untuk bersemangat dalam beramal shalih, bertekad kuat untuk setiap kebaikan yang ingin kita lakukan. Karena Allah tidak pernah menyia-nyiakan hamba-Nya yang berusaha berbuat baik, bahkan jika itu baru sebuah tekad.